Dilema
Hari dan Kenangan
Awan bergumpal di langit kota
yang sejuk ini, hujan seperti segan untuk turun meskipun kota ini disebut
dengan kota hujan. Gerimis menemani perjalanan panjangku ke sini. Gagang koper
yang masih kupegang erat di tangan, ember , bantal dan guling pun setia
menemani perjalananku. Aku masih tak menyangka aku berada di sini hari ini.
"Assalamua'laikum, Selamat
datang. mau registrasi kamar?" kata seorang laki-laki yang jelas dari raut
wajahnya selalu ceria. Umurnya tidak jauh beda denganku. "boleh lihat
suratnya?". Aku memberikan kertas yang tadi kudapat dari registrasi
sebelum masuk asrama ini. Aku masih merasa setengah sadar ketika berada di
salah satu gedung dari tiga gedung dalam kompleks Asrama Putra di Institut ini.
Aku telah sampai di sini. Dan akan memulai kehidupan baru di sini.
"Muhammad Idris.
Benarkan?" aku tak mengacuhkan panggilan itu dan terdiam memperhatikan
keadaan sekitar. pria itu kembali bertanya kepadaku yang membuat aku
sadar dari lamunan. Dia memanggil namaku setelah mengecek daftar nama
berdasarkan surat yang aku berikan kepadanya. “Perkenalkan, saya Altar. Saya
merupakan Senior Resident atau SR di Asrama C1 ini. SR itu adalah kakak
tingkat yang akan menjadi penanggung jawab teman-teman selama berada di sini”.
dia menjabat tanganku. Aku hanya mengangguk-angguk kecil.
"Silahkan, Ini kunci kamar
dan pin angkatan baru. Untuk kamar 25 Lorong 3 berada di sebelah sana, silahkan
ikuti saja lorong itu". Dia menunjuk ke arah kananku.
"Iya, terima kasih
kak" jawabku sambil menoleh ke arah yang dimaksud.
***
Gedung C1, gedung yang akan aku tempati untuk setahun ke
depan. Ini sesuai dengan aturan kampus yang mewajibkan setiap mahasiswa baru
wajib tinggal di asrama kampus. Asrama itu disebut dengan asrama TPB. Asrama
ini terdiri dari Asrama Putri dan Asrama Putra. Asrama putri terletak lebih
dekat dengan jalan raya di luar kampus. Sedangkan untuk Asrama putra berada di
pinggir lingkungan kampus tepatnya di belakang gerbang kampus. Asrama Putra
(Astra) memiliki 4 gedung dengan satu gedung terpisah dari kompleks astra.
Setiap gedung bernama C1, C2, C3 dan C4 (Sylva) . Dan setiap gedung memiliki ciri bangunan yang sama.
Begitu juga dengan Asrama Putri (Astri). Walaupun gedung Astri lebih banyak
dibandingkan astra, yang terdiri dari A1, A2,A3,A4 (Rusunawa), A5 (Sylva).
Regitrasi Asrama sudah dimulai
semenjak siang tadi. Para penghuni asrama baru sudah sibuk dengan kelengkapan
barangnya. Begitu juga denganku. Aku masih memperhatikan kesibukan orang-orang
yang mungkin saja bisa aku ajak untuk berteman. Tapi niat itu tak terlaksana
karena sifatku yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Aku masih merasa
janggal. Aku berdiri memegang gagang koper yang telah aku tarik kesana kemari
bersama barang-barang lainnya.
Setelah mendapatkan kunci kamar
yang diberikan kakak yang tadi, aku langsung bergegas menuju kamar yang telah
ditunjukkan lokasinya. Langkah demi langkah aku telusuri di gedung ini. Gedung
ini sangat janggal bagiku. Ini pertama kalinya aku melihat bangunan yang
terdiri dari banyak kamar. Setiap kamar saling berhadap-hadapan sehingga
membentuk lorong yang menjadi jalan diantara kamar-kamar itu. Di setiap pintu
kamar dilabeli dengan nomor sesuai dengan urutannya.
Aku kembali mengecek surat dan
kunci yang diberikan kakak tadi. Di kertas itu tertuliskan Gedung C1 kamar 25.
Aku memperhatikan satu per satu label nomor kamar yang terpajang di depan pintu
kamar tersebut. Lorong yang aku lewati itu dimulai dengan kamar 11. Aku mengeja
dan memperhatikan dengan seksama. Di sepanjang jalan yang aku lewati, penghuni
asrama sibuk memberesi kamarnya masing-masing bagi yang telah menemukannya. Ujung
dari lorong ini telah aku lalui. Di ujung itu terdapat beberapa kamar mandi
yang juga berjejer seperti kamar tadi, yang membedakannya hanya kamar mandi itu
lebih kecil dan terletak di sudut lorong.
Lorong tadi itu disebut dengan
lorong 2. Sekarang aku berbelok dan memasuki lorong 3 yang nantinya akan menjadi lorongku. aku
kembali mengeja nomor-nomor kamar tersebut. ‘kamar 25’. Kamar ini yang aku
cari. Aku membuka gagang pintu dan mencoba membukanya. Pintunya tidak mau
terbuka. Sepertinya belum ada orang di dalamnya. Kabarnya setiap kamar akan di
isi tiga sampai empat orang dan aku adalah orang pertama yang membuka kamar 25
ini. Aku mengeluarkan kunciku dan membuka pintu kamar.
Aku memasukinya sambil
mengucapkan salam. Hawa di kamar ini sangat sejuk karena jendelanya berhadapan
langsung dengan pepohonan yang rimbun. kamar ini mungkin sudah satu sampai dua
minggu ditinggalkan oleh penghuni lamanya yaitu kakak angkatan tahun kemarin.
Di dalam kamar terdapat sepasang tempat tidur yang bertingkat, empat buah meja
belajar dan empat buah lemari yang bersambung. Kamar ini masih bersih. Mungkin
sengaja dibersihkan sebelum kamar ini ditinggalkan penghuni sebelumnya. Hal itu
jelas terlihat dari sisa-sisa pengumuman untuk kebersihan dan kelengkapan kamar
yang terpampang di depan kamar ini.
Inginku lepaskan penat dan
langsung berbaring di atas kasur yang ada di dipan. Tapi hal itu kuurungkan
terlebih dahulu, karena masih belum di alasi dengan seprai. Aku membuka koper
dan menyiapkan apa saja yang perlu disiapkan. Memasang seprai, memasukan barang
ke dalam lemari dan membersihkan tempat yang agak sedikit berdebu.
“Tok...tok...tok..” itu bunyi pintu yang juga diiringin dengan
salam. Pintu pun terbuka. Ada seseorang yang memasuki kamar ini. Mungkin dia
kamar sekamarku untuk setahun ke depan. Dan itu benar. Aku menyapanya dan dia
balik menyapa.
“Hi, Aku idris. Aku dari
Pariaman. kamu? Kita satu kamar ya” sapaku.
“Ya, Aku Bilal dari Jakarta.
sudah lama ya? tanyanya basa basi.
Percakapan kami dimulai dengan
kalimat-kalimat canggung seperti itu. Walaupun disadari dalam setiap percakapan
lebih banyak jedanya tapi setidaknya kamu telah melakukan dua orang beru kenal.
Bilal berasal dari Jakarta sedangkan aku dari Pariaman. Awalnya aku berpikir
Bilal akan bertanya tentang Pariaman atau sebagainya. Tapi ternyata dia tidak
banyak omong sama sepertiku. Padahal kalau saja dia bertanya tentang kotaku
pasti, aku akan menceritakannya sedikit. Mungkin saja dia sudah tahu sehingga
tidak mempertanyakannya lagi. Karena akhir-akhir ini Pariaman sedikit terekspos
di media karena merupakan daerah rawan gempa di Sumatera Barat.
***
Adzan maghrib telah mengema. Suasana asrama
sepertinya belum terasa begitu ramai. Tapi sebagian hatiku masih tertinggal
tentang masa lalu. Apakah aku siap dengan kehidupanku yang sekarang. Aku
merenung kecil di akhir sujudku. Ini adalah keputusan yang kubuat. Tapi kenapa
rasanya begitu berat ketika memikirkannya. Rasa sesak. Aku bahagia ketika
memulai hari ini, tapi di sisi yang lainnya hatiku berat memulainya. Aku hanya
terdiam kaku di kamar ini. Kadang aku hanya bertanya pada diriku tentang apa
yang sebenarnya aku ingin. Aku tak mengerti diriku sendiri.
Rasanya hari pertamaku di asrama
diliputi rasa yang tak menentu. merasa sangat sedih dan terkadang tersenyum
kecil di balik hati. Aku sebenarnya tidak mau memperturutkan perasaan ini,
tetapi hal itu masih saja merasuki pikiranku. Malam telah tiba, aku dan Bilal
masih berada di dalam kamar. Kami hanya sibuk dengan diri masing-masing. Sampai
aku lihat Bilal telah tertidur di tempat tidurnya. Aku tak bisa tidur. Aku
berusaha untuk memejamkan mata ini, tapi tetap saja tidak bisa. Aku mencari
sesuatu yang dapat aku kerjakan. Aku tahu, Aku tahu yang akan aku kerjakan
ketika merasakan hal seperti ini. Pekerjaan yang dapat menghilangkan sedih dan
bebanku sejenak yaitu diariku. Aku keluarkan buku yang bertuliskan “SIAPA
SAYA?” disampul buku itu, dan aku mencoba untuk menulis yang terjadi hari ini.
Tapi...hatiku berkata lain. Aku tak ingin menulis hari ini, aku hanya ingin
membaca kejadian yang telah terjadi kepadaku dulu.
Aku membuka buku itu dari awal
dan aku membacanya dengan perlahan. Satu, dua dan tiga kalimat aku selesaikan.
Aku kembali terbawa dengan kenangan masa-masa itu. Aku kembali masuk ke dalam
kejadian itu.
Categories: